Lepaskanlah diri dari Dunia

http://t.me/HAMASW | Beri jarak dalam pikiran, hati dan jiwa antara diri Anda dan segala sesuatu di dunia ini. Karena itulah yang paling nyaman bagi Anda saat berangkat. Dan entah kamu akan meninggalkanNya atau Dia akan meninggalkanmu.

Keterikatan pada dunia adalah akar dari segala kesalahan. Dosa pertama di muka bumi yang terjadi pada anak Adam adalah karena sebab dan pertikaiannya. Manusia menjadi delusi dan mulai berpikir bahwa mustahil baginya untuk hidup tanpa hal-hal duniawi ini, dan pemikiran tidak wajar seperti “kegilaan Laila”[1] mulai menguasai dirinya. Penyakit ini menguasai jiwanya, dan kemudian ia menjadi menyukai anak sapi seperti halnya bani Israel menyukai anak sapi.

Namun, jika dia berpikir sedikit, dia akan mengetahui bahwa banyak orang hidup tanpa (barang-barang duniawi) ini dan tidak membutuhkannya. Inilah sabda Rasulullah tentang kekayaan: “Kekayaan bukanlah terletak pada banyaknya harta, tetapi pada kekayaan jiwa.”

Ekspatriasi[2] bukanlah penyakit dan bukan pula beban bagi para ulama, mujahid dan mujahid. Itu adalah pilihan pikiran dan hati. Ia tidak berada di bawah kekuasaan suatu periode waktu, atau tanah air, atau komoditas sementara di sana.

Bagi Garib, waktu adalah perjalanan kerja. Waktu hanya dapat menyibukkannya selama ibadah yang ia lakukan di dalamnya. Dia mengagungkan Tuhannya, bersujud kepada-Nya, berjihad di jalan-Nya, dan menambah ilmu serta kebijaksanaannya. Saat itulah waktu menjadi pengejar ruang pelarian. Bukan beban berat yang menindasnya dan membuatnya lari. Ia seorang musafir, ia memandang tetapi tidak membawa, ia berpikir tetapi tidak menjadi berat. Namun kakinya tertancap duri, ia berkelana namun tidak bertempat tinggal.

Orang asing atau pengelana: Keadaanmu saat ini adalah orang asing bagi dunia dan penjelajah masa depanmu di akhirat.

Jadilah orang asing terhadap apa yang telah Anda capai di dunia dan menjadi peziarah menuju misi yang akan datang.

Beginilah perjalanannya. Jangan bosan dengan masa lalu, jangan biarkan masa kini membebanimu, jangan putus asa. Jangan menyesali waktu yang Anda habiskan atau jihad yang Anda lewatkan di suatu tempat dan berkata: “Saya bekerja di sini tetapi tidak mencapai apa pun. Saya meletakkan fondasi di sana tetapi tidak membangunnya.” Karena:

Dunia ini adalah teater yang aneh. Rasulullah (sallallahu ‘alayhi wa sallam) menabur di Makkah selama tiga belas tahun, dan buahnya ada di Madinah. Banyak ulama yang menaburkan benihnya di satu tempat dan angin berkah membawa mereka ke negeri lain dan waktu lain. Ibnu Taimiyah (rahimahullah) menabur benih yang kini berbuah seperti pohon tinggi. Sayyid Qutb (rahimahullah) menuai apa yang dia tabur setelah kematiannya.

Bayangkan Ibrahim yang, di tanah gersang, di gurun tanpa air atau tanaman, berseru, “Umumkan haji di antara manusia”. Allah menyampaikan seruannya kepada umat manusia, dan setelahnya, bangsa-bangsa yang hanya dikenal oleh Allah pun menanggapinya. Mata tertuju pada Ishak dan keturunannya. Pandangannya hampir tertuju pada bayi di padang pasir dan ibunya, Ismael dan ibunya Hajar. Namun kata ghaib mempunyai arti yang berbeda. Amal shaleh tidak akan hilang, “Allah telah menghitungnya, dan mereka melupakannya.” Tidak ada ruginya jika kamu tidak menghitungnya, selama itu berada di tangan Allah (swt), yang telah mengembangkannya dengan rahmat dan keridhaan-Nya.

Jaga dirimu, jangan sampai kamu menjadi orang asing atau musafir. Keadaan bumi merupakan perbuatan Allah: “Busanya akan dibuang, tetapi apa yang baik bagi manusia akan tetap ada di bumi.”

Inilah sabda Rasulullah (sallallahu ‘alayhi wa sallam): “Aku tidak peduli dengan dunia. Aku ibarat pengendara yang berteduh di bawah naungan pohon lalu meninggalkannya.”

==========

Put a distance in your mind, heart and soul between yourself and everything in this world. Because that will be the most comfortable for you when you leave. And either you will leave him or he will leave you.

Attachment to the world is the root of all error. The first sin on earth among the children of Adam was because of its cause and the strife for it. Man becomes delusional and begins to think that it is impossible for him to live without these things of the world, and a morbid thought like “Laila’s madness” begins to overcome him. This disease takes hold of his soul, and then he becomes as fond of the calf as the children of Israel were of the calf.

However, if he were to think a little, he would know that many people live without these (worldly goods) and do not need them. This is what the Messenger of Allah said about wealth: “Wealth is not in the abundance of wealth, but in the wealth of the soul.”

Expatriation is neither a disease nor a burden for the scholar, mujahid and mujahid. It is a choice of the mind and heart. He is not under the yoke of a period of time, nor a homeland, nor a temporary commodity there.

For Garib, time is a journey of work. Time can only occupy him as much as the worship he performs in it. He glorifies his Lord, prostrates himself to Him, wages jihad for His sake, and increases his knowledge and clairvoyance. That is when time becomes the chaser of the fleeing room. It is not a heavy burden that crushes him and from which he runs away. He is a traveler, he looks but does not carry, he thinks but does not become heavy. But his foot is on a thorn, he travels but does not reside.

Stranger or traveler: Your present state is a stranger to the world and a traveler to your future in the hereafter.

Be a stranger to what you have accomplished in the world and a pilgrim to the missions to come.

This is how the journey goes on. Don’t be bored with the past, don’t let the present weigh you down, don’t give up hope. Don’t regret the time you spent or the jihad you missed somewhere and say: “I worked here but didn’t achieve anything. I laid the foundation there but didn’t build it.” Because:

This world is a strange theater. The Messenger of Allah (sallallahu ‘alayhi wa sallam) sowed in Makkah for thirteen years, and the fruit was in Madinah. Many scholars sowed their seeds in one place and the winds of blessing carried them to other lands and other times. Ibn Taymiyyah (rahimahullah) sowed seeds that are now bearing fruit as a tall tree. Sayyid Qutb (rahimahullah) reaps what he sowed after his death.

Think of Ibrahim who, in an arid land, in a desert with no water or crops, called out, “Announce Hajj among the people”. Allah made his call known to mankind, and after him, nations known only to Allah responded to him. The eyes are fixed on the descendants of Isaac and his descendants. The eye is almost drawn away from the infant in the desert and his mother, Ishmael and his mother Hagar. But the word ghayb has a different meaning. Good deeds are not lost, “Allah has counted it and they have forgotten it.” There is no harm in you not counting it, as long as it is in the hands of Allah (swt), who has developed it with His mercy and acceptance.

Take care of yourself, lest you become a stranger or a traveler. The condition of the earth is an act of God: “As for the foam, it will be thrown away, but what is good for mankind will remain on the earth.”

This is what the Messenger of Allah (sallallahu ‘alayhi wa sallam) said: “I do not care about the world. I am like a rider who shades himself in the shade of a tree and then leaves it.”

============

Catatan Kaki oleh Admin:

[1] Laila dan Majnun merupakan hikayat yang sangat terkenal. Majnun sendiri berarti Si Gila, dan dia menjadi gila karena kecintaannya yang berlebihan kepada Laila. Ini merupakan satu contoh dari sosok seorang muslim yang lebih mencintai dunia dibandingkan akhirat. Bagi seorang muslim, kecintaan kepada Allah mesti menjadi landasan utama, baru kemudian kecintaan kepada kekasih. Kalau saja Si Majnun lebih mencintai Allah dibandingkan Laila, maka ia takkan menjadi gila.

[2] Ekspatrasi ialah suatu tindakan meninggalkan negara atau tanah air dan tinggal di negara lain atau dalam bahasa yang lebih keras melepas kesetiaan atas negaranya. Hal ini berkaitan degan nasionalisme, sebuah konsep yang diperkenalkan Barat dan diadopsi bulat-bulat oleh Dunia Islam sehingga membuat dunia Islam terpecah-pecah. Dalam Islam tidak dikenal konsep nasionalisme, melainkan kesetiaan tertinggai ialah kepada Allah dan agamaNya. Seorang dari Barat dapat menjadi seorang Hakim di Timur itulah Ibnu Batuta dan banyak lagi contoh di dunia Islam sebelum nasionalisme mencabik-cabik umat Islam.

Leave a comment